Kamis, 03 September 2015

Penegakan Peraturan dan Pemberian Fasilitas bagi pelanggar (lalu lintas)

Pada zaman sekarang di Indonesia hampir semua orang yang hidup di kota maupun desa yang daerahnya telah dilalui jalan beraspal melalui jalan raya (aspal) untuk melakukan aktifitas dengan kendaraan bermotor (baik itu menggunakan kendaraan umum, menumpang ataupun kendaraan sendiri).
Bagaimana dengan dengan kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan kota besar lainnya? Mereka yang tinggal di kota besar dapat dikatakan tidak ada hari yang tidak menggunakan jalan raya dan berusaha memiliki kendaraan sendiri (baik itu roda dua ataupun lebih) dikarenakan fleksibilitas dan keterbatasan angkutan umum (baik itu jumlah maupun kwalitas pelayanan).
Pengemudi kendaraan roda dua adalah pengguna jalan raya terbesar di jalan jalan kota besar.
Pemberian Fasilitas bagi pelanggar lalu lintas mengapa saya katakan demikian? Beberapa waktu lalu, kita sempat dihebohkan dengan anak dari artis terkenal ibukota yang masih di bawah umur mengalami kecelakaan dikarenakan megnemudikan mobil dengan kecepatan tinggi. Yang menjadi ganjalan bagi saya adalah mengapa ia mengemudikan kendaraan walau dia belum berhak yang tentunya melanggar peraturan. Menurut saya adalah faktor lingkungan. Mengapa saya katakan demikian? Sebagai seorang anak-anak mempunyai kecenderuangan untuk menirukan yang terjadi di lingkungannya dan akan meminta kepada orang tuanya agar ia dapat mengimbangi yang terjadi/dilakukan/dimiliki di lingkungannya ataupun kadang diimbangi dengan menuntut jika tidak dipenuhi. Kalau kita persempit pemabahasan pada kejadian tabrakan tersebut, dapat diambil suatu fenomena bahwa pada lingkungannya (teman-teman sebaya) selalu/pernah mengendarai mobil. Mengapa hal itu terjadi? Dimulai dari kalangan orang tua. Banyak dari orang tua dengan alasan kesibukannya tidak sempat mengantarkan anaknya ke sekolah, sehingga membiarkan atau terkadang menyuruh anaknya membawa kendaraan ke sekolahnya. Masih di sisi orang tua, dalam hal ini guru (semasa saya sekolah sering disebutkan sebagai orang tua di sekolah) an institusi sekolah, banyak dari sekolah pada jenjang SMP mempunyai lahan parkir yang luas, padahal hal ini tidak perlu karena yang berhak membawa kendaraan dan parkir di sekolah adalah guru dan staf sekolah karena merakalah yang berhak memiliki SIM (Surat Izin Mengemudi). Mengapa hal ini terjadi? Mari coba kita pikirkan bersama?
Mengenai judul posting saya Pemberian fasilitas bagi pelanggar (lalu lintas) saya juga ingin membahas mengenai fasilitas yang sengaja diberikan "pemerintah" kepada pelanggar lalulintas. Mungkin data yang saya berikan tidak akurat 100% namun saya ingin memberi contoh yang saya lihat di kolong jembatan (fly over). Ada beberapa fly over yang sengaja dibuat jalan kecil untuk untuk menyeberang, mungkin maksudnya adalah bagi pejalan kaki yang ingin menyeberang jalan karena jalan yang terlalu lebar dan butuh jarak yang jauh untuk mendapatkan level yang sama. Namun hal itu sering digunakan pengemudi roda dua untuk melintas karena tidak ada penggian level pada jalan pintas sehingga memungkinkan bagi sepeda motor untuk melintas, entah ini disengaja atau tidak namun hal itu banyak saya temui di ibukota kita tercinta. Entah Pemerintah yang kurang perencanaan ataukah kurang mau peduli dengan karakter rakyatnya ataukah memang sengaja? Entahlah.
Yang mana yang harus diperbaiki lebih dahulu, penegakan peraturan, perencanaan, ataukan kareakter bangsa ini? Entahlah

Kamis, 20 Agustus 2015

ITE & HAKI Software

Masih teringat dalam benak saya terjadi razia besar-besaran beberapa waktu yang lalu terhadap komputer yang digunakan oleh masyarakat Indonesia terutama di perkantoran yang menggunakan Sistem Operasi Windows bajakan yang nota bene adalah buatan raksasa Software “Microsoft“. Dari sisi regulasi tindakan tersebut adalah benar menurut Hukum ITE, apakah itu benar menurut hukum dagang? Saya sendiri tidak tahu, yang saya mengerti para penjual software bayar pajak, entah apa jenis pajaknya. Dari sisi itu pemerintah mengakui keberadaan usaha itu, paling tidak sampai saat sebelum maraknya razia.
Jika kita adalah orang yang taat hukum, walau peemerintah tutup mata, sedangkan kita tidak mampu membeli OS (Operating System – Sistem Operasi) Windows, maka kita akan menggunakan OS yang gratis. Ada beberapa OS yang gratis seperti Linux base, BSD base, dan banyak lainnya. Dan kemudian karena kita taat hukum maka kita taat bayar pajak. Sistem pajak sekarang sudah mengarah Online, hal ini merupakan suatu terobosan yang bagus, namun bagaimana dengan orang yang taat hukum tadi yang tidak punya kemampuan untuk beli software, Apakah pemerintah peduli? Mengapa saya katakan demikian? Karena aplikasi Pajak online masih menggunakan basis windows walau backend menggunakan java yang gratis Terus terang saya tidak mengerti Apa maunya Pemerintah karena hanya menyelesaikan masalah hanya dari satu sisi, tidak memikirkan sisi lain yang merupakan akibat dari tindakan di sisi yang lain.
Namun kemudian saya berpikir lagi terhadap pernyataan saya tadi, apakah layak saya pertanyakan itu, karena penertiban software original adalah hanya semusim, bukan musiman apalagi konsistensi.

Mengalah

Mengalah-lah sama adeknya, itulah ungkapan yang sering diucapkan orang tua kepada anaknya yang lebih tua apabila ia sedang bertengkar dengan adiknya untuk memperebutkan sesuatu. Hal ini diungkapkan orang tua yang tidak mau pertengkaran berlanjut dan mengganggu aktifitasnya. Perkataan yang hanya membrikan solusi sesaat dan berakibat buruk pada masa yang akan datang. Sang adik akan merasa superior, dan merasa keinginannya akan dapat dicapai dengan mudah.
Pada sisi lain efek dari perkataan tersebut menjadi lebih luas.
Hal yang ingin saya paparkan di sini adalah peraturan secara tidak tertulis (norma) di jalan dimana kendaraan yang lebih besar harus mengalah pada kendaraan yang lebih kecil hal ini dapat dilihat dari jumlah ban kendaraan, tanpa melihat peraturan yang berlaku. Banyak diantara pengguna jalan dengan kendaraan yang besar harus melarikan diri untuk tidak dihakimi masa apabila terjadi kecelakaan, walaupun mereka tidak salah.
Peraturan akan tetap jadi peraturan dan harus ditegakkan, norma yang berlaku dimasyarakat hanyalah penunjang.